Taqiyuddin al-Hishni : Ulama Sufi

Di kalangan santri pondok pesantren salafiyah, nama Syekh Taqiyuddin al-Hishni asy-Syafii sudah tak asing lagi. Namanya begitu terkenal berkat salah satu karyanya yang senantiasa dipelajari para santri, yakni Kifayah al-Akhyar fi Hall Ghayah al-Ikhtishar. Kitab ini merupakan salah satu kitab pokok yang dipelajari di pesantren salaf, bahkan kitab seakan menjadi kitab wajib di pesantren.

Nama lengkapnya adalah Imam Abu Bakar bin Muhammad bin Abdul Mu'min bin Hariz bin Mualla bin Musa bin Hariz bin Sa`id bin Dawud bin Qasim bin Ali bin Alawi bin Naasyib bin Jawhar bin Ali bin Abi al-Qasim bin Saalim bin Abdullah bin Umar bin Musa bin Yahya bin Ali al-Ashghar bin Muhammad at-Taqiy bin Hasan al-Askari bin Ali al-Askari bin Muhammad al-Jawad bin Ali ar-Ridha bin Musa al-Kadhzim bin Ja'far ash-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainal Abidin Ali bin al-Husain bin Ali bin Abi Tholib at-Taqiy al-Husaini al-Hishni.

Ia lebih dikenal dengan nama Imam Taqiyuddin al-Hishni. Ia adalah seorang ulama besar dan ahli sufi bermazhab Syafii. Pria yang berasal dari Hishni (Syam) ini dilahirkan pada tahun 752 H, dan wafat pada Rabu, 14 Jumadil Akhir 829 H di Damaskus.

Dalam pengembaraan intektualnya ia banyak belajar pelbagai disiplin ilmu agama kepada para ulama besar yang ada pada saat itu. Di antaranya adalah Syekh Abul Abbas Najmuddin Ahmad bin Utsman bin Isa al-Jaabi; Syekh Syamsuddin Muhammad bin Sulaiman ash-Sharkhadi; Syekh Syarafuddin Mahmud bin Muhammad bin Ahmad al-Bakri; Syekh Syihaabuddin Ahmad bin Sholeh az-Zuhri; Syekh Badruddin Muhammad bin Ahmad bin Isa; Syekh Syarafuddin Isa bin 'Utsman bin 'Isa al-Ghazi; dan Syekh Shadruddin Sulaiman bin Yusuf al-Yaasufi.

Sepanjang hidupnya, Syekh Taqiyuddin al-Hishni banyak menulis kitab besar dan bernilai tinggi. Diantaranya (1) Daf'u Syubahi Man Syabbaha Wa Tamarrada Wa Nasaba Dzalika Ila asy-Sayyid al-Jalil al-Imam Ahmad; (2) Syarah Asmaullah al-Husna; (3)At-Tafsir; (4) Syarah Shohih Muslim (3 jilid); (5) Syarah al-Arbain an-Nawawi; (6) Ta'liq Ahadits al-Ihya; (7) Syarah Tanbih (5 jilid); (8) Kifayah al-Akhyar fi Hall Ghayah Al-Ikhtishar; (9) Syarah an-Nihayah; (10) Talkhish al-Muhimmaat (2 jilid); (11) Syarah al-Hidayah; (12) Adab al-Akl wa asy-Syarab; (13) Kitab al-Qawaa`id; (14) Tanbih as-Saalik; (15) Qami`un Nufuus; (16) Siyarus Saalik; (17) Siyarush Sholihaat; (18) Al-Asbaabul Muhlikaat; (19) Ahwal al-Qubur; dan (20) al-Mawlid.

Karomah
Seabrek karyanya itu, menunjukkan kedalaman dan keluasan ilmu yang dimiliki oleh Syekh Taqiyuddin al-Hishni. Namun demikian, sebagian ulama juga mendapati kekaromahan atau tingkat kewalian dari pengarang kitab Kifayah al-Akhyar ini.

Sebagaimana disebutkan oleh Syekh Yusuf bin Ismail an-Nabhani dalam kitabnya Jaami` Karaamaatil Awliya` juz 1 halaman 621- 622, Syekh Taqiyuddin merupakan seorang ulama yang memiliki kemuliaan tinggi. Ia menyebutkan, sewaktu para mujahidin berperang di Cyprus, maka banyak diantara mereka yang melihatnya ikut membantu perjuangan umat Islam di Cyrus, sehingga akhirnya mereka memperoleh kemenangan. Ketika mereka menceritakan hal itu kepada murid-muridnya di Damaskus, para muridnya menyatakan, bahwa Syekh Taqiyuddin tidak pergi kemana-mana dan senantiasa mengajarkan ilmu di Damaskus.

Dalam suatu kesempatan, Syekh Taqiyuddin juga terlihat berada di makkah dan madinah mengerjakan ibadah haji bersama umat Islam lainnya. Namun, di waktu yang sama, murid-muridnya sedang bersama Syekh Taqiyuddin belajar ilmu agama. Wa Allahu A'lam. (sya/republika)

Kifayah al-Akhyar : Kitab Fikih Pilihan

Alquran adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat Jibril AS sebagai petunjuk hidup bagi umat manusia. Di dalamnya terdapat berbagai macam petunjuk, perintah yang mesti dikerjakan dan larangan yang harus ditinggalkan, serta kisah-kisah umat terdahulu.

Adapun hadis Nabi adalah perbuatan, perkataan dan perilaku kehidupan Nabi SAW. Ia menjadi semacam penerjemah atas keterangan yang global dan perlu penjelasan lebih rinci tentang ayat-ayat Alquran.

Alquran dan hadis Nabi SAW menjadi sumber hukum dalam Islam. Nabi SAW menyatakan, apabila umat Islam berpegang teguh pada keduanya, maka dia akan selamat dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.

Oleh para ulama, kedua sumber hukum Islam ini kemudian diterjemahkan (ditafsirkan) lagi untuk memudahkan umat dalam menjalani segala hukum-hukum yang terdapat didalamnya, terutama dalam melaksanakan ibadah mahdlah (wajib) kepada Allah SWT.

Salah satu ulama yang mencoba untuk memudahkan umat dalam melaksanakan dan mengamalkan ajaran dari kedua sumber hukum Islam itu adalah Syekh Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Hisni ad-Dimasyi asy-Syafii. Ia lahir sekitar abad ke-9 Hijriyah (900 H). Namanya disandingkan dengan nama salah seorang Imam atau tokoh fikih terkenal, yaitu Imam Syafii (150-204 H), karena ia menganut mazhab Syafii. Al-Imam Taqiyuddin mengarang sebuah kitab fikih yang berjudul Kifayah al-Akhyar fi Hall Ghayah al-Ikhtishar, biasa disebut dengan Kifayatul Akhyar.

Kitab Kifayah al-Akhyar ini adalah kitab fikih yang cukup ringkas namun sangat detil dalam menerangkan hukum-hukum fikih seperti bersuci, shalat, puasa, zakat, haji, wasiat, waris, perkawinan, dan lain sebagainya. Didalamnya juga dilengkapi dengan dalil-dalil yang menjadi dasar hukum dari obyek pembahasan tersebut.

Memang, dibandingkan dengan kitab-kitab fikih lainnya seperti Fath al-Muin karya Syekh Zainuddin al-Malibari, Fath al-Qarib karya Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazi, atau Kasyifah al-Saja karya Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi, kitab Kifayah al-Akhyar terbilang cukup tebal. Ia memuat sekitar 304 halaman (terbitan Thoha Putra Semarang). Begitu juga dengan terbitan Darul Kutub al-Islamiyah,Beirut, Libanon, yang memuat 300-an halaman.

Kitab-kitab fikih seperti Kasyifah al-Saja, Fath al-Muin, Fath al-Qarib al-Mujib, Matan Taqrib karya Ibnu Syuja' dan kitab Kifayah al-Akhyar ini sangat intens dipelajari di berbagai lembaga pendidikan Islam, terutama pesantren-pesantren salaf di Indonesia, termasuk di berbagai negara di Timur Tengah dan Asia Tenggara. Selain itu, di beberapa pengajian (majelis taklim), terkadang kitab tersebut juga dijadikan pembahasan utama.

Karena dalam dan luasnya pembahasan yang diungkapkan dalam kitab-kitab ini, termasuk Kifayah al-Akhyar, sejumlah ulama dan intelektual muslim berlomba-lomba menerjemahkan kitab tersebut ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia, Malaysia, Thailand, Inggris, Prancis, dan lainnya.

Komplet dan Pilihan
Sesuai dengan namanya (Kifayah al-Akhyar), tampaknya Syekh Al-Imam Taqiiyuddin Abu Bakr menginginkan kitab ini menjadi pilihan utama dan terbaik dalam pembahasan masalah-masalah fikih, terutama dalam mazhab Syafii.

Syekh Taqiyuddin mengharapkan, umat Islam yang mempelajari kitabnya ini, agar secara giat menekuni dan mendalami ilmu fikih. Menurutnya, mereka yang serius menekuni ilmu fikih dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT, niscaya ia telah meretas sebuah jalan menuju surga.

Hal itu diungkapkannya dalam pembukaan (muqaddimah) dari Kifayah al-Akhyar. 'Faidza kana al-fiqh bihadza al-martabah al-syarifah wa al-mazaya al-munifah, kana al-ihtimam bihi fi al-darajah al-ula. Wa sharf al-auqat al-nafsiyyah bal kull al-'umr fihi aula. Lianna sabilahu sabil al-jannah.'

''Karena memiliki martabat mulia dan keunggulan yang luhur ini, maka menekuni ilmu fikih menjadi prioritas utama. Bahkan akan lebih baik jika seseorang menekuninya sepanjang hayat. Sebab, menekuni fikih adalah meretas jalan surga,'' jelas Syekh Taqiyuddin.

Memang tak disangsikan lagi, hanya dalam literatur dan kitab-kitab fikihlah terpapar berbagai kajian yang lebih mendalam dan detil tentang berbagai ritual ibadah dalam Islam, seperti shalat, puasa, zakat, haji, perkawinan, waris, perceraian, dan lainnya. Dalam konteks ini, tentu saja fikih lebih unggul dan mulia bagi mereka yang senantiasa tekun mempelajari dan mengamalkannya. Nabi SAW bersabda: ''Barangsiapa yang dikehendaki Allah suatu kebaikan padanya, niscaya Dia akan memudahkan dan membuatnya pandai dalam masalah agama.'' (Man yurid Allah bihi khairan, yufaqqihhu fi al-din).

Dan bila dilihat secara sepintas dalam bentuknya yang tebal (300 halaman), tentu kitab ini sangat komplet dan dalam saat membahas materi-materi fikih. Hal ini menunjukkan kedalaman dan luasnya ilmu yang dimiliki oleh pengarangnya. Tak berlebihan bila kitab Kifayah al-Akhyar senantiasa dijadikan rujukan para ulama saat membahas masalah-masalah umat dan ibadah.

Misalnya, dalam masalah bersuci (bab Thaharah), Syekh Taqiyuddin mengungkapkan, tentang cara bersuci yang diwajibkan dan disunnahkan, makna dari bersuci baik secara bahasa maupun istilah syara, dan lain sebagainya. Syekh Taqiyuddin menjelaskan, thaharah atau bersuci secara bahasa adalah membersihkan, merapikan.

Sedangkan secara istilah, tulis pengarang, maknanya adalah membersihkan hadas dan najis yang melekat pada tubuh dan pakaian seseorang yang diakibatkan oleh sesuatu sebab yang merusak (tidak sah) apabila digunakan untuk beribadah.

Hadas atau najis itu antara lain, air kencing, air besar, mani, madzi, berhubungan suami istri, darah, nanah, air liur binatang yang diharamkan, dan lain sebagainya. Dan untuk membersihkan hadas atau najis itu dari tubuh atau pakaian, harus dilakukan dengan mencucinya, berwudlu, mandi, atau bertayamum. Secara terperinci, Syekh Taqiyuddin menjelaskan tentang tata cara membersihkannya, termasuk anjuran-anjuran (Sunnah) dalam melakukannya.

Misalnya, saat menjelaskan perbedaan antara mani, wadi, dan madzi serta kewajiban mandi (janabat). Menurutnya, jika seseorang keluar mani, baik karena bersenggama (jima’), mimpi, atau onani (istimna’), maka ia wajib mandi.

Ia menjelaskan hal ini dengan mengutip hadis Nabi SAW, diantaranya yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri RA. ''Sesungguhnya air itu adalah dari air.'' (Innama al-maa`u min al-maa`i) (HR Muslim). Maksud dari hadis ini adalah bahwa sesungguhnya mandi itu adalah karena keluarnya mani.

Pengarang melanjutkan, ''Jika yang keluar adalah madzi, maka cukup dibasuh saja, dan tidak wajib mandi. Namun keluarnya madzi dapat membatalkan wudhu.'' Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib RA, ''Aku adalah seorang laki-laki yang sering mengeluarkan madzi, tapi aku malu bertanya kepada Rasulullah SAW karena kedudukan puteri beliau [sebagai isteriku]. Maka aku memerintahkan Miqdad bin Al-Aswad al-Kindi untuk bertanya kepada Rasulullah SAW. Maka berkatalah Rasulullah SAW, ''[Hendaklah dia] membasuh alat kemaluannya dan berwudhu.'' (HR Bukhari dan Muslim).

Ia menjelaskan, mani beda dengan madzi. Kalau madzi, adalah cairan yang keluar karena rangsangan seksual. Sedangkan mani adalah cairan yang mempunyai tiga ciri khas yang membedakannya dengan madzi (dan juga wadi). Pertama, mempunyai bau yang khas yang agak kuat. Jika sudah kering baunya seperti telur. Kedua, keluar dengan cara terpancar, dengan beberapa kali pancaran (hentakan). Ketiga, keluarnya disertai dengan rasa nikmat, yang diikuti dengan redanya syahwat. Jika salah satu dari tiga ciri ini terwujud, maka ia disebut mani dan harus wajib mandi.

Sedangkan wadi, adalah cairan yang keluar pada saat kencing. Wadi membatalkan wudhu sebagaimana madzi. Madzi dan wadi adalah najis, sedangkan mani suci, namun bila keluar dari kemaluan seseorang, baik karena berhubungan suami isteri ataupun sebab lainnya, maka ia wajib mandi. (Lihat penjelasan serupa oleh Syekh Ali ar-Raghib, dalam fasal Ahkam ash-Shalat, Bab Mandi Besar (al-Ghuslu) dan bab Macam-Macam Najis (al-Najasat).

Begitu juga dengan pembahasan lainnya seperti shalat, puasa, zakat, haji, serta masalah thalaq (perceraian). Dalam masalah perceraian, pengarang mengungkapkan, thalaq atau cerai adalah memutuskan ikatan pernikahan (atas kehendak suami). Thalaq terbagi dua, yakni sharih dan kinayah.

Sharih adalah kata yang bermakna cerai dan tidak membutuhkan niat. Alqur'an menggunakan tiga kata sharih yang bermakna cerai. Masing-masing terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 229 dan Ath-Thalaq ayat 2. Adapun kinayah adalah kata atau kalimat yang mengandung makna cerai dan bukan cerai, dan dibutuhkan niat. Kata (kalimat) kinayah bermakna cerai jika disertai niat, menurut Ijma'. (Lihat penjelasan pengarang kitab Kifayah al-Akhyar, bagian 2/86 dan 84).

Sistematika Pembahasan
Kitab Kifayah al-Akhyar terbilang cukup rinci dan detil dalam menerangkan satu topic pembahasan. Ia disusun dengan sistematika yang sangat baik, sebagaimana kitab-kitab fikih lainnya. Kitab ini dibagi dalam dua pokok bahasan. Pada bagian pertama, pengarang memulai pembahasannya tentang bersuci (thaharah) sebanyak 17 pasal, lalu dilanjutkan dengan bab shalat (16 pasal), zakat (15 pasal), puasa (7 pasal), haji (5 pasal), dan bab jual beli (23 pasal). Setiap bahasan selalu diawali dengan penjelasan makna dari masing-masing hukumnya, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan macam-macamnya.

Sementara itu, dalam bagian kedua, pengarang menjelaskan tentang masalah Luqathah, waris (faraidl) dan wasiat, bab nikah, jinayat (pidana), hudud (denda), jihad, peradilan, dan lainnya. Semuanya diterangkan secara lugas dan jelas. (syahruddin el-fikri/republika)

Munatour; Komitmen untuk Jamaah

Munatour didirikan dengan visi untuk membantu kelancaran ibadah haji para Tamu-tamu Allah, sebagaimana tuntunan Rasulullah SAW. Direktur Utama PT Munatour, Sugeng Wuryanto mengatakan, Munatour didirikan pada 7 April 1999 oleh tiga orang yakni Sugeng Wuryanto, Endi M Astiwara dan Syuhada Bahri, di Masjidil Haram, Makkah. Muna berasal dari kata Mina. Dan Munatour, kata Sugeng, dalam visinya memiliki tiga komitmen, yakni komitmen ibadah, komitmen tarbiyah dan komitmen dakwah.

Komitmen Ibadah, kata suami Sri Sekarsih ini, Munatour berupaya melayani Tamu-tamu Allah (jamaah haji) sesuai dengan tuntunan yang diajarkan Rasulullah saw. Salah satunya, selama menunaikan ibadah haji, Munatour memilih tinggal yang lebih lama di Makkah, yakni selama delapan hari, dan enam hari di Madinah.

Dipilihnya Makkah sebagai tempat tinggal yang lebih lama, untuk memaksimalkan ibadah sebanyak mungkin di Masjidil Haram. Hal ini, kata Sugeng, didasarkan pada sabda Nabi saw yang menyatakan, satu kali ibadah di Masjidil Haram sama dengan 100.000 kali ibadah di Masjid lain. Tuntunan Rasulullah lainnya dalam berhaji, papar Sugeng, pada tanggal 8 Dzulhijjah, jamaah disarankan untuk bermalam di Mina hingga dilaksanakannya shalat shubuh. Dan pagi harinya (9 Dzulhijjah), jamaah berangkat menuju Padang Arafah. Di Arafah, jamaah menunggu hingga menjelang Maghrib. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Muzdalifah untuk mabit setelah sebelumnya melaksanakan shalat Maghrib dan Isya secara jamak. Kemudian setelah Shubuh dilanjutkan ke Masjidil Haram untuk melaksanakan Tawaf Ifadah.

Sedangkan komitmen Tarbiyah (Pendidikan) dari Munatour, kata Sugeng, bertujuan untuk pembinaan jamaah haji selama di Tanah Suci. Dalam visi ini, jamaah disarankan untuk memperbanyak membaca Alquran, berdzikir, berdoa dan memperbanyak ibadah sunnah lainnya. ''Bahkan paska haji pun, kita akan tetap mengupayakan terlaksananya komitmen ini. Ini dilakukan untuk menjaga agar kemabruran haji tetap terjaga,'' ujarnya.

Adapun komitmen Dakwah, jelas Sugeng, dalam setiap penyelenggaraan ibadah haji, Munatour akan mengajak satu orang da'i untuk diberangkatkan menunaikan ibadah haji. Tujuannya, untuk memperkuat tali ukhuwwah Islamiyah (persaudaraan Islam) serta menanamkan semangat untuk terus mensyiarkan Islam ke daerah-daerah pedalaman dan terpencil. ''Kami menyisihkan sedikitnya 25 dolar AS (haji) dan lima dolar AS (umrah) untuk kepentingan dakwah Islam,'' paparnya.(Republika)

Ismi Azis ; Belajar Sedekah

Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Begitulah Rasulullah SAW mengajarkan umatnya agar suka menyedekahkan rezeki yang dianugerahkan Allah SWT. Bersedekah tidak hanya mendatangkan balasan berlipat ganda bagi pemberi, namun juga memberikan kebahagiaan bagi si penerima. Selain itu, bersedekah juga akan menjaga ukhuwah antara si kaya dan si miskin. Tampaknya, hikmah itulah yang dipetik artis Ismi Azis ketika menunaikan ibadah haji pada 1992 silam. Ketika berada di Tanah Suci, ke mana pun ia pergi, baik ke pasar maupun sekitar masjid, selalu ada saja orang Arab yang memberinya makanan. Padahal, dirinya sama sekali tak mengenal orang-orang tersebut.

””Wah, pokoknya selama menunaikan ibadah haji, saya tidak pernah kekurangan makanan, selalu saja ada orang yang memberi,”” ujar wanita pemilik nama asli Setia Ismiati Azis itu.

Bagi Ismi, pemberian makanan tadi tidak saja menyelipkan rasa bahagia dalam dirinya selama berada di Tanah Suci, namun juga membawa hikmah.
Pemberian-pemberian tersebut membuat Ismi berpikir–barangkali kalau dirinya berbuat hal yang sama, tentu itu akan membuat orang lain berbahagia pula.

””Ketika menerima pemberian itu, saya benar-benar merasa bahagia. Seandainya saya berbuat seperti itu, tentu orang lain yang menerima akan bahagia pula,”” kata Ismi.

Setelah melakukan perenungan atas peristiwa tadi, dalam hatinya muncul tekad, sesampai di Tanah Air ia akan memperbanyak sedekah. Dengan bersedekah, katanya, tentu banyak mendatangkan kebahagiaan bagi orang lain.

Kata Ismi, bersedekah tak hanya mendatangkan rasa bahagia. Berdasarkan pengalamannya ketika berada di Tanah Suci, pemberian makanan dari orang Arab telah mengajarkan nilai-nilai ukhuwah padanya. Betapa tidak, dirinya telah dianggap sebagai saudara oleh mereka yang semula adalah orang-orang asing.

””Di Arab, saya tidak kenal dengan siapa pun. Dengan pemberian makanan itu, orang-orang di sana berarti sayang dan menganggap saya sebagai saudara,”” tandas wanita yang lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 27 November 1965, itu.

Selain mendapat banyak pemberian makanan, Ismi pun mengaku menerima banyak kemudahan selama menunaikan rukun Islam kelima tersebut. Dia menyebutkan, salah satu kemudahan yang diterimanya itu tatkala berusaha mencium Hajar Aswad. Dengan tubuhnya yang mungil, untuk bisa mencium Hajar Aswad, pasti akan sulit dilakukan.

Apalagi, untuk bisa mencium Hajar Aswad, harus dilakukan melalui ”persaingan” dengan jamaah haji dari negara-negara lain yang memiliki postur tubuh tinggi dan besar. Namun, tak ada yang mampu menandingi kebesaran Allah jika Allah telah berkehendak menolong hamba-Nya. Penyanyi yang melejit di era 1990-an itu ternyata malah bisa mencium Hajar Aswad hingga berkali-kali.

””Pengalaman itu sungguh luar biasa. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan, menurut kacamata kita, bisa saya lakukan berkali-kali.””

Ismi menuturkan, setiap selesai melakukan putaran thawaf, selalu ada keajaiban yang dialaminya. Ketika tepat berada di depan Hajar Aswad, tiba-tiba di sekitar batu mulia itu tampak kosong dari jutaan manusia. Karena itu, dirinya pun bisa dengan mudah mencium Hajar Aswad.

Pada kesempatan thawaf berikutnya, keajaiban lain pun terjadi dengan adanya orang yang tiba-tiba menarik tangan Ismi sehingga mendekat ke arah Hajar Aswad. Kesempatan itu tentu tak disia-siakannya untuk bisa kembali mencium batu tersebut.

””Ternyata, kalau ada niat, pasti ada jalan,”” tandas putri direktur TVRI di era tahun 1980-an, Azis Husein.

Ismi melanjutkan, kemudahan lain yang dialaminya selama menunaikan ibadah haji terjadi saat lontar jumrah. Dengan ukuran fisiknya yang mungil, ternyata ritual itu dapat mudah dilakukannya. Bahkan, dengan sekali lempar, langsung mengenai sasaran.

Ismi pun mengaku, pelaksanaan ibadah haji telah membawa perubahan besar dalam dirinya. Setelah kembali ke Tanah Air, dirinya lebih bisa menjadi orang yang sabar dalam menghadapi apa pun. Selain itu, kualitas ibadah sehari-harinya pun lebih meningkat. (Republika)

Al-Khazini ; Saintis Muslim Perintis Ilmu Gravitasi

“Fisikawan terbesar sepanjang sejarah.’’ Begitulah Charles C Jilispe, editor Dictionary of Scientific Bibliography menjuluki saintis Muslim, al-Khazini. Para sejarawan sains menempatkan saintis kelahiran Bizantium alias Yunani itu dalam posisi yang sangat terhormat. Betapa tidak, ilmuwan Muslim yang berjaya di abad ke-12 M—tepatnya 1115-1130 M—itu telah memberi kontribusi yang sangat besar bagi perkembangan sains modern, terutama dalam fisika dan astronomi. Al-Kha zini merupakan saintis Muslim serbabisa yang menguasai astronomi, fisika, biologi, kimia, matematika, serta filsafat.

Sederet buah pikir yang dicetuskannya tetap abadi sepanjang zaman. Al-Khazini merupakan ilmuwan yang mencetuskan beragam teori penting dalam sains, seperti metode ilmiah eksperimental dalam mekanik; energi potensial gra vitasi; perbedaan daya, masa dan berat; serta jarak gravitasi. “Teori keseimbangan hidrostatis yang dicetuskannya telah men dorong penciptaan peralatan ilmiah. Al- Khazini ada lah salah seorang saintis terbesar se panjang masa,’’ ung kap Robert E Hall (1973) dalam tulisannya berjudul Al-Khazini yang dimuat dalam A Dictionary of Scientific Biography Volume VII.

Sejatinya, al-Khazini bernama lengkap Abdurrahman al-Khazini. Menurut Irving M Klotz, dalam tulisannya bertajuk Multicultural Perspectives in Science Education: One Prescrip tion for Failure, sang ilmuwan hidup di abad ke-12 M. ‘’Dia berasal dari Bizantium atau Yunani,’’ tutur Klotz. Al-Khazini menjadi budak Dinasti Seljuk Turki, setelah kerajaan Islam itu menaklukkan wilayah kekuasaan Kaisar Konstantinopel, Romanus IV Diogenes.

Al-Khazini kemudian dibawa ke Merv, sebuah kota metropolitan terkemuka pada abad ke-12 M. Merv berada di Persia dan kini Turk me nistan. Sebagai seorang budak, nasib al-Kha zini sungguh beruntung. Oleh tuannya yang bernama al-Khazin, ia diberi pendidikan yang sangat baik. Ia diajarkan matematika dan filsafat.

Tak cuma itu, al-Khazini juga dikirimkan untuk belajar pada seorang ilmuwan dan penyair agung dari Persia bernama Omar Khayyam. Dari sang guru, dia mem pelajari sastra, metematika, astronomi, dan filsafat. Menurut Boris Rosenfeld (1994) dalam bukunya Abu’l-Fath Abd al- Rahman al-Khazini, saat itu Omar Khayyam juga menetap di Kota Merv.

Berbekal otak yang encer, al-Khazini kemudian menjelma menjadi seorang ilmuwan ber pe ngaruh. Ia menjadi seorang matematikus terpandang yang langsung berada di bawah perlindungan Sultan Ahmed Sanjar, penguasa Di nasti Seljuk. Sayangnya, kisah dan perjalanan hidup al-Khazini tak banyak terekam dalam buku-buku sejarah.

Zaimeche PhD (2005) dalam bukunya berjudul Merv menuturkan, al-Khazini adalah seorang ilmuwan yang bersahaja. Meski kepandaiannya sangat dikagumi dan berpengaruh, ia tak silau dengan kekayaan. Menurut Zaimeche, al-Khazini sempat menolak dan mengembalikan hadiah sebesar seribu keping emas (dinar) dari seorang istri Emir Seljuk.

‘’Ia hanya merasa cukup dengan uang tiga dinar dalam setahun,’’ papar Zaimeche. Para sejarawan sains mengungkapkan, pemikiran-pemikiran al-Khazini sangat dipengaruhi oleh sejumlah ilmuwan besar, seperti Aristoteles, Archimedes, Al-Quhi, Ibnu Haitham atau Alhacen, al-Biruni, serta Omar Khayyam. Selain itu, pemikiran al-Khazini juga sangat berpengaruh bagi pengembangan sains di dunia Barat dan Islam. Salah satu ilmuwan Barat yang banyak terpengaruh al- Khazini adalah Gregory Choniades—astronom Yunani yang meninggal pada abad ke-13 M.

Pemikiran

Salah satu kontribusi penting yang diwariskan al-Khazini dalam bidang astronomi adalah Tabel Sinjaric. Tabel itu ditulis kannya dalam sebuah ri salah astronomi bertajuk Az-Zij as- Sanjari. Da lam manuskrip itu, dia men jelaskan jam air 24 jam yang di desain un tuk kegunaan astronomi. Inilah salah satu jam astronomi pertama yang dikenal di dunia Islam.

Selain itu, al-Khazini juga menjelaskan tentang posisi 46 bintang. Risalahnya yang berjudul Al-Khazini’s Zij as-Sanjari itu kemudian diterjemahkan ke da lam bahasa Yunani oleh Gregory Choniades pada abad ke-13 M. Risalah astronomi yang ditulis al- Khazini pun menjadi rujukan para ilmuwan dan pelajar di Kekaisaran Bizantium.

Kontribusi penting lainnya yang diwariskan al-Khazini dalam bidang fisika adalah kitab Mizan al-Hikmah atau Balance of Wisdom. Buku yang ditulisnya pada 1121 M itu mengungkapkan bagian penting fisika Islam. Dalam buku itu, al-Khazini menjelaskan secara detail pemikiran dan teori yang diciptakannya tentang keseimbangan hidrostatika, konstruksi dan kegunaan, serta teori statika atau ilmu keseimbangan dan hidrostatika.

Selain menjelaskan pemikirannya tentang teori-teori itu, al-Khazani juga menguraikan perkembangan ilmu itu dari para pendahulu serta ilmuwan yang sezaman dengannya. Dalam bukunya itu, al-Khazini juga menjelaskan beberapa peralatan yang diciptakan ilmuwan pendahulunya, seperti araeometer buatan Pappus serta pycnometer flask yang diciptakan al- Biruni.

Buku itu dinilai Nasr sebagai sebuah karya ilmiah Muslim yang paling esensial tentang mekanika dan hidrostatika, terutama studi mengenai pusat gravitasi. Dalam buku itu pula, al-Khazini mengupas prinsip keseimbangan hidrostatis dengan tingkat ketelitian objek sampai ukuran mikrogram (10-6 gr), suatu level ketelitian yang menurut K Ajram dalam The Miracle of Islamic Science hanya tercapai pada abad ke-20 M.

Al-Biruni and al-Khazini merupakan dua ilmuwan Muslim yang pertama kali mengembangkan metode ilmiah dalam bidang ilmu keseimbangan atau statika dan dinamika. Metode itu dikembangkan untuk menentukan berat yang didasarkan pada teori keseimbangan dan berat. Al-Khazini dan ilmuwan pendahulunya menyatukan ilmu statika dan dinamika ke dalam ilmu baru bernama mekanika.

Selain itu, mereka juga menggabungkan ilmu hidrostatika dengan dinamika sehingga melahirkan ilmu baru bernama hidrodinamika. Mereka juga mene rapkan teori rasio matematika dan teknik infinitesimal serta memperkenalkan aljabar dan teknik penghitungan ke dalam statika.

Al-Khazini dan ilmuwan Muslim lainnya juga merupakan yang pertama menggeneralisasi teori pusat gravitasi dan mereka adalah yang pertama kali menerapkannya ke dalam benda tiga dimensi. Para ilmuwan Muslim, salah satunya al-Khazini, telah melahirkan ilmu gravitasi yang kemudian berkembang di Eropa. Al-Khazini telah berjasa dalam meletakkan fondasi bagi pengembangan mekanika klasik di era Renaisans Eropa. Al-Khazini wafat pada abad ke-12 M. Meski begitu, pemikiran-pemikiran yang telah diwariskannya bagi peradaban dunia hingga kini masih tetap abadi dan dikenang.
(Republika)

Muslim Argentina Giat Belajar Agama

Sebagai sebuah negara dengan jumlah populasi Muslim terbesar di kawasan Amerika Selatan, ajaran Islam mengalami perkembangan yang cukup pesat di Argentina. Karena itu, komunitas Muslim di negeri Tango ini merasa perlu mengenalkan sosok Nabi Muhammad SAW, sang pembawa risalah Islam, kepada masyarakat Argentina. Menurut hasil riset terbaru lembaga survei Amerika Serikat, Pew Research Center, menyebutkan bahwa Argentina memiliki 800 ribu Muslim. Namun, beberapa lembaga lainnya menyebutkan, jumlah pemeluk Islam di Argentina mencapai tiga juta orang.

Islamic Center Buenos Aires yang bekerja sama dengan Organisasi Dunia Islam, menggelar jenjang pendidikan untuk mengenalkan sosok Nabi Muhammad SAW kepada masyarakat Argentina. Sebagaimana laporan yang dirilis Saudi Press Agency (SPA) Februari 2009 lalu, jenjang pendidikan ini adalah salah satu cara untuk mengenal sosok Rasulullah SAW.

Penyelenggaraan jenjang pendidikan ini, seperti dikutip dari SPA, bertujuan mengkaji sisi-sisi keteladanan Rasulullah dalam perkara keislaman. Sehingga, diharapkan masyarakat non-Muslim di Argentina bisa mengenal secara lebih mendalam sosok manusia Agung, Rasulullah SAW.

Kedutaan Arab Saudi di Buenos Aires bertanggung jawab atas penyelenggaraan program ini. Pelaksanaan program jenjang pendidikan Islam tersebut dilakukan dalam tahun 2009 ini. Lebih dari 50 orang dari para mubaligh Muslimin, imam-imam masjid, dan para pengurus organisasi Islam di seluruh Argentina, akan mengikuti program jenjang pendidikan tersebut.

Istilah Arab

Selain jumlah populasi yang lumayan besar, keberadaan Islam di Argentina juga bisa dilihat dari sejumlah nama tempat dan kota di negara ini, yang menggunakan istilah-istilah yang berakar dan berasal dari bahasa umat Islam, yakni bahasa Arab.

Dr Youssef Mroueh, dari Preparatory Commitee for International Festivals to celebrate the millennium of the Muslims arrival to the Amricas, dalam esainya yang berjudul Precolumbian Muslims in America menyebutkan, di kawasan Argentina terdapat nama kota-kota Cordoba dan Bahia.

Cordoba merupakan nama sebuah kota di masa kekhalifahan Islam yang pernah berkuasa di wilayah Spanyol saat ini. Di Argentina, Cordoba merupakan nama ibu kota salah satu provinsi di Argentina yang berada sekitar 700 kilometer arah barat laut Buenos Aires.

Sementara dalam sejarah peradaban Islam, Bahia merupakan salah satu istana peninggalan kejayaan Islam yang berada di Kota Marrakech, Maroko. Sedangkan di Argentina, terdapat sebuah kota bernama Bahia Blanca. Kota ini berada di sebelah barat daya ibu kota Argentina, Buenos Aires. (Republika)